Kali ini aku bakalan membahas tentang sesuatu yang sedikit serius, tentang kebijakan dan/atau perilaku orang tua yang sebenarnya baik dan benar tapi salah penerapannya. Tapi jangan terlalu serius juga bacanya, santai aja kayak maling yang lagi ngerampok bank oke ehhee.
Kalau ngomongin orang tua pasti
bukan hubungan suami istri yang bakalan aku bahas, tapi hubungan ayah ibu dan
anaknya. Lagipula hubungan suami istri bukan kebijakan, tapi kebutuhan. Lho,
hahaa lupakan. Orang tua pastinya melakukan yang terbaik demi si buah hati,
baik verbal maupun non-verbal. Namun terkadang penerapan yang kurang tepat
membuat si buah hati tidak sepenuhnya menjadi seperti yang diharapkan. Dari
banyak kebijakan dan/atau perilaku tersebut, aku merangkumnya menjadi tiga hal
yang (menurutku) paling utama yaitu,
1. Overprotective
Tujuan orang tua sebenarnya baik, mereka cuman ingin si remaja kebanggaan
mereka tidak terjerumus ataupun terpengaruh kedalam hal – hal yang tidak baik
dan melindunginya agar tetap aman. Tapi hal ini justru tidak sepenuhnya
berdampak baik, memang di awal semua terlihat baik – baik saja, namun lama
kelamaan jika remaja terus di-overprotective
dan dibatasi gerak geriknya, si remaja justru malah akan mudah memberontak dan jika
si remaja kurang mendapat wawasan tentang mana yang baik dan mana yang tidak,
si remaja malah akan lebih mudah terjerumus dan terpengaruh hal kurang baik
akibat hasrat coba – coba. Tentu hal ini masih diluar pengaruh pergaulannya.
2. Bertengkar terlalu sering
Rumah tangga pasti tidak selalu berjalan mulus, oke itu wajar. Orang tua
biasanya akan masuk ke dalam kamar atau ruangan lain (dari keberadaan sang buah
hati) di dalam rumah saat bertengkar, yap ini juga benar. Tapi yang membuat
kurang tepat adalah ketika volume suara yang dihasilkan dalam perdebatan verbal
(atau mungkin non-verbal) ini terlalu keras hingga terdengar ke pelosok sudut
rumah. Hal ini jelas akan mengganggu psikologi si remaja dan membuat rumah
menjadi tidak senyaman rumah yang seharusnya. Apalagi jika bertengkar
dihadapannya, tentu akan membuat si remaja lebih betah berada di rumah temannya
atau di luar rumah. Ketika ada kesempatan keluar, pasti si remaja bakal
memanfaatkan hal ini untuk keluar mencari tempat yang lebih nyaman dan
menyenangkan.
3. Memarahi dan menyalahkan
Remaja adalah masa dimana seseorang mencari jati diri dan sebagai manusia
pasti melakukan kesalahan. Menanggapi hal ini orang tua sering memarahi habis –
habisan bahkan menyalahkan atas apa yang telah diperbuat si remaja. Untuk
mengingatkan dan memberitahu bahwa mereka salah, yah memang benar. Tapi
memarahi apalagi menyalahkan tidak selalu efektif. Si remaja akan menurut
diawal, namun lama kelamaan justru akan memunculkan rasa membangkang atau
justru kebalikannya, serba takut. Tak hanya itu, si remaja bisa jadi akan
enggan untuk bercerita sepenuhnya tentang masalah kehidupan yang dihadapinya
kepada orang tua. Saat teman dekat atau sahabat menjadi tempat yang lebih
nyaman untuk berbagi dan bertukar pendapat, tentu peran orangtua terkurangi.
Namun saat si remaja tidak menemukan teman dekat atau sahabat atau siapapun
untuk bercerita dan bertukar pendapat, si remaja akan terjebak dalam kesedihan
yang dipendamnya seorang diri, yang ini pasti juga akan berdampak pada
psikologinya.
Nah, oleh karena itu orang tua
seharusnya tidak terlalu membatasi gerak gerik dan pergaulan si remaja. Jangan terlalu mengarahkan, tapi membimbing.
Orang tua juga harus lebih paham kondisi. Rumah
adalah tempat istirahat dan kehangatan keluarga, tempat yang nyaman, maka
pastikan hal ini adalah yang dirasakan. Dan yang terakhir orang tua harus
bisa mengatur emosi dan lebih bijaksana terhadap kebaikan dan kesalahan yang
dilakukan si remaja. Menjadi orang tua
yang bisa menjadi pendengar dan memberi nasihat yang baik adalah penting,
setidaknya beri si remaja kesempatan untuk menjelaskan dan berilah masukan
dengan cara yang baik. (Lig)
0 komentar:
Post a Comment